Rabu, 08 Desember 2010

TAHANAN PANGAN DAN OTONOMI DAERAH TAHUH 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apa hubungan antara otonomi daerah dan kesejahteraan? Mengapa dalam era otonomi daerah sekarang justru kemiskinan sangat merajalela? Sebagaimana dinyatakan Bank Dunia, angka kemiskinan di Indonesia mencakup lebih dari 70 juta jiwa. Lantas apakah berarti otonomi daerah justru berkorelasi negatif terhadap kesejahteraan?
Sebelum kita meneliti semua itu, setidaknya bisa kita temukan fakta bahwa lahirnya otonomi daerah di Indonesia lebih karena perubahan kondisi politik daripada alasan paradikmatik-empirik. Tahun 1998, masyarakat Indonesia merasakan kemuakan atas pemerintahan yang sangat sentralistis dan ingin menuju pola masyarakat yang lebih menjanjikan kebebasan. Realitasnya, setelah masyarakat Indonesia berada dalam era otonomi daerah, berbagai problem bermunculan dan implemenasi atas konsep otonomi itu memunculkan banyak konflik baik vertikal maupun horizontal.
Bagaimana pula kaitan antara otonomi daerah dengan kebijakan pangan dan ketersediaan bahan pangan di tingkat lokal. Lebih baikkah atau justru kondisi ketersediaan pangan di tingakt lokal lebih buruk.


B. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh otonomi daerah dengan ketersediaan bahan pangan di Indonesia pada tahun 2009
2. Mengetahui instrumen kebijakan yang tepat bagi indonesia 



BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Semenjak awal kemerdekaan samapi sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. Sedangkan saat ini di bawah UU 22/1999 dianut prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah. sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari aspek ekonomi , kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya termasuk didalamnya bidang pertanian. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global
Apabila dilihat dari segi konsep diatas, otonomi daerah merupakan program yang sangat baik dalam rangka pengemangan daerah. Karena setiap daerah memiliki keungggulan dan kelemahan masing masing. Sehingga memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkannya. Otonomi daerah bukanlah menjadikan daerah hidup sendiri tanpa campur tangan pusat dan kerja sama dengan daerah lain. Oleh karena itu, otonomi daerah harus mampu mengoptimalakan segala potensi daerah itu, sehingga pembangunan ketahanan pangan dapat tercapai. Memperhatikan kebutuhan real masyarakat juga akan membantu pemerintah daerah dalam menetapakan kebijakan.
Kaitan dengan ketahanan pangan dapat memiliki perspektif mikro tentang kecukupan pangan dan gizi bagi seluruh lapisan masyarakat, dan juga dapat bermakna sangat makro tentang ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan dalam konteks pasar nasional, regional dan pasar lokal. Tidaklah terlalu mengherankan apabila kebijakan pangan sering kali menjelma menjadi komoditas politik karena pola atau siklus permasalahan bidang pangan telah diketahui masyarakat luas. Harga gabah umumnya anjlok pada musim panen raya di awal tahun yang tentu saja amat meresahkan petani padi, namun harga eceran beras juga menjadi sangat mahal dan nyaris tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat berpendapatan rendah. Apabila para politisi, para elit dan perumus kebijakan tidak mampu mengambil langkah-Iangkah efektif untuk menjaga dampak ekonomis dan politis yang ditimbulkannya, nuansa politik itu menjadi makin kental. Inilah salah satu hal yang harus dihindari pemerintah daerah maupun pusat selaku pengambil kebijakan di tingakt lokal, sehingga ketahanan pangan dijalankan dengan dasar berkerakyatan, bukan politik semata. Dan juga pemerintah pusat yang seharusnya menjadi acuan pemerintah daerah dalam pengambialan keputusan, agar kebijakan yang diambil menjadi selaras.
Dilihat dari beberapa penjabaran di atas, otonomi daerah sesungguhnya akan dapat menjamin ketersediaan pangan bagi daerah tersebut. Karena, pemerintah daerah tahu persis keunggulan dan kelemahan daerahnya masing masing, bagi daerah yang notabennya memang penghasil bahan pangan tentu tidak akan menjadi masalah mengenai ketersediaan bahan pangan di daerahnya. Namun bagi daerah yang memang kebutuhan pangannya bergantung pada darah lain juga dapat mengantisipasi untuk memenuhi kebutuhan panganya.





BAB III KESIMPULAN

Dari beberapa uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Otonomi daerah dapat ikut menjamin ketersediaan pangan di daerah.
2. Daerah harus mampu mengoptimalkan potensi daerahnya dengan otonomi daerah.
3. Kebijakan pemerintah harus mampu mengambil langkah-Iangkah efektif untuk menjaga dampak ekonomis dan politis yang ditimbulkannya




Daftar Pustaka

Soekartawi. 1995. Pembangunan Pertanian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Bustanul, Arifin. 2003. Pembangunan Pertanian. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung.
http://www.freshplaza.com/news_detail.asp?id=25678

0 comments:

Posting Komentar

 
Designed by: NewWpThemes | Converted to Blogger by Professional Blogger Templates | Contact | About