Jumat, 10 Desember 2010

Faktor Substitusi di Sekitar Fungsi Metaproduksi

Factor Substitution Along The Meta Production Function
(Faktor Substitusi di Sekitar Fungsi Metaproduksi)

Sebelum berpendapat, terlebih dahulu saya akan menjelaskan ruang lingkup pembahasan sesi ini. Pada bab ini dijelaskan tentang kurva perbandingan antara hubungan rasio harga sumber tenaga-buruh tani dan sumber tenaga di lahan pertanian serta hubungan rasio harga pupuk-lahan yang baik ditanami dan input pupuk per hektar lahan yang baik ditanami. Juga dijelaskan pula tabel regresi rasio lahan-buruh tani dan sumber tenaga-buruh tani pada faktor harga yang relatif serta regresi input pupuk per hektar tanah yang baik ditanami pada faktor harga yang relatif . Semua pengamatan ini dilakukan di dua negara yaitu Amerika Serikat dan Jepang, berdasarkan observasi yang dilakukan lima tahunan 1880-1980.

Pada kurva perbandingan antara hubungan rasio harga sumber tenaga-buruh tani dan sumber tenaga di lahan pertanian, terlihat bahwa rasio harga sumber tenaga-buruh tani di AS menyebar lebih rendah namun sumber tenaga di lahan pertanian yang digunakan AS menyebar lebih tinggi dibandingkan di Jepang.

Pada kurva hubungan rasio harga pupuk-lahan yang baik ditanami dan input pupuk per hektar lahan yang baik ditanami, terlihat bahwa rasio harga pupuk-lahan yang baik ditanami di AS menyebar lebih tinggi namun input pupuk per hektar lahan yang baik ditanami di AS menyebar lebih rendah apabila dibandingkan dengan Jepang.

Pada tabel regresi rasio lahan-buruh tani dan sumber tenaga-buruh tani pada faktor harga yang relatif dapat disimpulkan bahwa, di AS harga lahan dan harga sumber tenaga dan mesin relatif terhadap perkiraan upah di lahan pertanian, maka inovasi mekanikal yang meningkatkan MRS sumber tenaga untuk buruh tani juga untuk meningkatkan MRS lahan untuk buruh tani (Marginal Rate of Technical Substitution (MRS atau MRTS) adalah suatu angka untuk mengukur berkurangnya salah satu jenis faktor produksi per unit dengan bertambahnya penggunaan faktor produksi lain untuk mempertahankan tingkat output yang sama). Sedangkan, inovasi mekanikal di Jepang telah berkembang dan diadopsi terutama untuk meningkatkan hasil lahan, hal ini dilakukan daripada mereka harus mensubstitusi mesin dengan tenaga kerja.

Pada tabel regresi input pupuk per hektar tanah yang baik ditanami pada faktor harga yang relatif disimpulkan terdapat hubungan substitusi antara penggunaan pupuk dan buruh tani. Di AS ternyata lebih banyak menggunakan pupuk (>90%). Sedangkan di Jepang, Input pupuk dapat disubstitusi dengan pemeliharaan tanaman oleh manusia dan dengan penyediaan pupuk yang dapat dibuat sendiri misalnya pupuk kandang dan pupuk hijau.

Opini :
Amerika dan Jepang, kedua negara ini berbeda baik dari faktor sumber daya alam, sosial, ekonomi dan iklimnya. Akan tetapi, disebabkan adanya inovasi dalam mekanisasi, kedua negara ini diberi kesempatan untuk sama-sama dapat menghasilkan produksi pertanian yang maksimal dengan menyesuaikan mekanisasi dengan kondisi pertanian di negara masing-masing.

Kondisi petanian yang dimaksud terutama mengenai faktor-faktor produksinya. Sebab kita mengetahui bahwa di dalam pertanian terdapat berbagai macam faktor produksi, tiga yang pokok diantaranya adalah tanah, modal dan tenaga kerja (baik tenaga manusia maupun tenaga hewan). Setiap faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lainnya. Jika salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan namun apabila salah satu faktor ada namun tidak memadai maka hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan faktor input yang lain.
Seperti yang terjadi di AS, lahan pertanian di AS kurang subur, untuk mengatasi hal tersebut maka mereka meningkatkan penggunaan pupuk, di lain pihak tenaga kerja mereka melimpah, namun lahan pertanian juga luas, maka mereka meningkatkan dua hal yaitu penggunaan faktor tenaga kerja dan mekanisasi, sehingga produktivitas meningkat. Sebagai contoh lagi, di Jepang lahan pertanian subur karena tanahnya ditutupi abu vulkanis, namun tenaga kerja kurang melimpah, maka mereka meningkatkan penggunaan mesin untuk mensubstitusikan tenaga kerja, dan tenaga kerja yang ada digunakan untuk melakukan perawatan tanaman, misalnya membuat pupuk alami, sehingga meskipun lahan mereka sempit,tetapi memiliki produktivitas yang tinggi. Dengan demikian pertanian di AS dan Jepang merupakan contoh negara-negara yang berhasil dalam bidang peningkatan produksi pertanian.

Perbandingan kedua negara ini sebenarnya sedang menyadarkan kita bahwa untuk membangun pertanian, dibutuhkan perhatian yang khusus, terutama dalam R&D (Research and development) atau Penelitian dan Pengembangan. Sebelum bergerak ke arah pembangunan pertanian, hendaknya potensi suatu daerah / negara disurvey terlebih dahulu, sehingga dapat diketahui kelemahan dan keunggulannya sekaligus di bidang pertanian, kemudian apabila hal tersebut telah diketahui maka dilakukan perencanaan yang matang tentang bagaimana cara agar produktivitas yang dihasilkan tidak mengecewakan ataupun dapat menyia-nyiakan faktor produksi dan pembangunan pertanian yang dilakukan dapat sustain / berkelanjutan. Setelah itu, barulah pembangunan pertanian dapat dilakukan.

Bustanul Arifin dalam Kompas, 21 April 2008 mengatakan bahwa R&D adalah salah satu dari tiga dimensi yang melengkapi strategi dalam pembangunan pertanian. Menurutnya pembangunan pertanian wajib mengedepankan riset dan pemgembangan (R&D), misalnya melakukan uji varietas baru di sejumlah lahan kering dengan memberdayakan jaringan universitas dan balai pengembangan teknologi pertanian. Dengan pernyataan ini, maka Indonesia juga berpeluang untuk dapat mengikuti prestasi AS dan Jepang di bidang pertanian.

Dalam bab ini juga menceritakan, bagaimana inovasi dalam mekanisasi maupun teknologi berpengaruh besar bagi peningkatan produksi pertanian. Moehar Daniel (2002) menyatakan bahwa teknologi berperan dalam menentukan saling keterkaitan antar-faktor produksi. Menurut Daniel, katakanlah kalau luas tanah yang digunakan satu hektar maka berapa jumlah modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan menetapkan teknologi yang akan diterapkan. Begitu juga kalau modal yang tersedia terbatas atau ditentukan maka luas usaha tani juga harus mengikuti.

Teknologi yang selalu berubah dalah satu dari lima syarat pokok pembangunan pertanian menurut Mosher. Faktor ini termasuk ke dalam faktor yang esensial dalam pembangunan pertanian yang dapat mendorong petani untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, tentu daja faktor ini harus ditunjang dengan faktor pelancar yaitu pendidikan dan pelatihan. AS dan Jepang telah dapat membuktikannya, dengan begitu, Indonesia juga dapat berpeluang untuk melakukannya, dengan mencontoh metode R&D yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

0 comments:

Posting Komentar

 
Designed by: NewWpThemes | Converted to Blogger by Professional Blogger Templates | Contact | About