Rabu, 08 Desember 2010

HAMBATAN SUMBER DAYA DAN PERUBAHAN TEKNIS

HAMBATAN SUMBER DAYA DAN PERUBAHAN TEKNIS
( DIRUJUK DARI TEORI YUJIRO HAYAMI )

Dukungan Sumber Daya, Produksi, Dan Produktivitas

Situasi negara yang ditandai oleh kurangnya persediaan tanah atau tenaga kerja yang potensial tergantung pada pertumbuhan modal yang dimiliki dan perubahan teknis yang digunakan. Perubahan teknis ini jelas menunjukan unsur perubahan suatu cara yang baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Dalam hal ini, peranan teknologilah yang sangat berpengaruh pada peningkatan produktivitas.

Dalam menerapkan teknologi baru yaitu melaksanakan perubahan teknis dan mengadopsi inovasi di bidang pertanian, terkadang timbulah suatu persoalan baru. Sesuatu yang baru itu membawa serta suatu perubahan dan sesudah perubahan itu, terjadilah keadaan-keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Akibat yang timbul dari adanya suatu perubahan adalah adanya pihak-pihak yang menjadi untung, tetapi pada saat yang sama akan ada pihak-pihak lain yang dirugikan. Contohnya, tenaga kerja yang mulai digantikan dengan tenaga mesin-mesin. Hal ini dapat merugikan tenaga kerja dan dapat meningkatkan jumlah penggangguran yang dapat menyebabkan tingginya angka kemiskinan.

Penelitian dan pengembangan pertanian di Amerika Serikat dan Jepang pada periode 1880 – 1980 nampaknya mempunyai implikasi penting bagi dunia pertanian yaitu :
(a) Amerika serikat mempunyai nisbah tanah yang baik
(b) Jepang mempunyai suatu nisbah tanah yang kurang baik.
Karena Amerika Serikat memiliki nisbah tanah yang baik, maka pertaniannya diarahkan pada peningkatan produktifitas tenaga kerja. Sedangkan Jepang memiliki nisbah tanah yang kurang baik, maka pertaniannya diarahkan pada usaha peningkatan produktifitas tanah.
Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, kemajuan pertanian diukur dengan tingginya produktivitas tenaga kerja dan semua usaha pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas itu. Di Amerika Serikat, faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas jumlahnya dibandingkan dengan tanah dan modal. Mesin-mesin dan teknogi dijadikan sebagai penghemat tenaga kerja (Labor Saving) untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan produktivitas pertanian pada umumnya. Prinsip yang dianut oleh Amerika Serikat adalah meningkatkan efesiensi dalam penggunaan tenaga kerja per orang dan tidak pada peningkatan efesiensi penggunaan tanah per hektar. Upaya ini dilakukan karena Amerika tersebut memiliki :
a. Persediaan tanah yang cukup untuk lahan pertanian.
b. Alat-alat pertanian, mesin-mesin, dan tenaga kerja harus cukup.
c. Ilmu pengetahuan dan teknogi yang akan digunakan harus baik.
d. Dan manajemen usahataninya harus baik.
Salah satu penyebab utama pertanian di Amerika Serikat mengalami kemajuan yang sangat hebat, sehingga menghasilkan kelebihan produksi untuk ekspor ke seluruh dunia adalah karena syarat-syarat tersebut dipenuhi.

Sedangkan kemajuan pertanian di negara Jepang disebabkan karena produktivitas tanahnya yang tinggi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja di Jepang begitu besar dibandingkan dengan Amerika Serikat, sedangkan lahan yang cocok untuk pertanian jumlahnya terbatas. Jumlah tenaga kerja yang cukup besar ini, Jepang mengarahkan pertaniannya kepada produktivitas tanah. Dengan lahan pertanian yang terbatas ini, diharapkan dapat menghasilkan produk pertanian yang bermutu dan unggul. Selain itu, sebagian besar tenaga kerjanya diarahkan pada sektor agroindustri yang dapat menunjang kemajuan sektor pertanian juga. Jadi, sektor pertanian dan agroindustri saling mendukung keberadaannya. Model pembangunan pertanian ini dilakukan dengan sangat baik. Sehingga di negara Jepang, sektor pertanian dipandang aktif dan sektor industri mengikutinya. Pertaniannya kini dianggap sebagai sektor pemimpin yang diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya.

Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau prakondisi yang berbeda antar negaranya. Di Jepang, prakondisi itu sebgaian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa pemberian dana-dana yang digunakan untuk mengembangkan sektor industri yang secara simultan memproduksi sarana-sarana dan alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Dan para petani sangat tertarik untuk menerapkan teknologi-teknologi baru tersebut karena hasilnya memang terbukti dapat dirasaka.

Harga Sumber daya dan Pemberian subsidi

Jepang dan Amerika Serikat memiliki perbedaan kuat pada pemberian subsidi tanah dan tenaga kerja. Pada tahun 1880, total area tanah pertanian di Amerika Serikat lebih besar dibandingkan dengan negara Jepang yaitu 60 : 20. Pada tahun 1980, terjadi peningkatan total area tanah pertanian di Jepang dan Amerika Serikat yaitu 50 : 100. Peningkatan total area tanah pertanian dikedua negara ini diakibatkan karena beralih fungsinya lahan nonpertanian menjadi lahan-lahan pertanian. Karena mayarakat dikedua negara ini tahu bahwa sektor-sektor pertanian telah mengalami kemajuan yang pesat dan dapat menguntungkan semua pihak. Jika dilihat dari angkanya, peningkatan area tanah pertanian di Amerika Serikat pada tahun 1980 jauh lebih meningkat dibandingkan dengan Jepang. Namun intinya, dikedua negara tersebut telah mengalami peningkatan jumlah area tanah pertanian.

Luas area tanah pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses usaha pertanian. Dalam berusahatani, penguasaan lahan yang sempit pasti kurang efesien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efesien usahatani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usahatani dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat seperti di negara Jepang. Sebenarnya pada lahan yang sempit justru seharusnya efesiensi usaha lebih mudah diterapkan, karena mudah pengawasan dan penggunaan input, kebutuhan tenaga kerja sedikit serta modal yang diperlukan juga lebih sedikit dan lebih mudah diperoleh. Tingkat efesiensi sebenarnya terletak pada penerapan teknologi.
Selain itu, harga tanah dan tenaga kerja juga berbeda tajam di keduanya negara ini. Di Jepang pada tahun 1880, untuk satu hektar tanah yang cocok untuk lahan pertanian harus dikerjakan oleh petani dengan waktu 8 jam per harinya. Sedangkan untuk Amerika Serikat, upah tenaga kerja dikaitkan dengan harga tanah, terutama sekali antara 1880 dan 1920. Di Jepang harga tanah tajam sehubungan dengan upah tenaga kerja, terutama sekali antara 1880 dan 1900. Pada tahun 1960, seorang petani Jepang harus bekerja terlebih dahulu selama 30 hari kemudian baru diberi upah, hal ini sama seperti yang dilakukan di Amerika.

Produksi dan Pertumbuhan Produktivitas

Pada area lahan petani, harga tanah dan tenaga kerja di Amerika Serikat dan Jepang telah mengalami pertumbuhan yang relatif cepat pada produktivitas dan produksi pertanian. Keseluruhan pertumbuhan pertanian sangat serupa di kedua negara ini untuk periode 100 tahun. Di kedua negara ini, hasil total pertanian meningkat per tahunnya 1,6 %, total input meningkat sebanyak 0,7 %, dan total produktivitas ( output total dibagi oleh total input) meningkat 0,9 % pertahunnya. Sedangkan di Amerika Serikat, produktivitas diukur dengan hasil pertanian per jumlah pekerja meningkat menjadi 3,1 % per tahun dan 2,7 % di Jepang. Ternyata ada suatu kemiripan pada tingkat pertumbuhan secara keseluruhan pada produktivitas produksi dalam waktu yang relatif lebih cepat.

Di Amerika Serikat, Hasil pertanian tumbuh dengan cepat sampai pada tahun 1900, kemudian laju pertumbuhannya setiap tahun menjadi rata. Dari tahun 1900 - 1030, secara keseluruhan produktivitas ini mengalami keuntungan sedikit lebih kecil. Tahap stagnasi ini digantikan oleh suatu kenaikan produktivitas dan produksi pada tahun 1940 dan 1950. Jepang mengalami peningkatan cepat pada produktivitas dan produksi pertanian dari tahun 1880 - 1910, kemudian masuk ke suatu tahap pemberhentian yang bertahan sampai yang pertengahan tahun 1930.

Sumber : Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES / Daniel, Moehar. 2000. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT. Bumi Aksara. )
Pembangunan pertanian pada era globalisasi saat ini harus dibangun secara terintegrasi, mulai dari pembangunan industri hulu, on farm, dan industri hilir. Hal ini disebabkan dalam usaha membangun pertanian di suatu Negara memerlukan faktor-faktor produksi (input), yang meliputi tanah, tenaga kerja, modal dan skill (keterampilan). Keempat komponen input ini dikombinasikan sedemikian rupa dalam kegiatan usahatani untuk memperoleh output tertentu. Faktor-faktor produksi ini juga memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya, untuk itu diperlukanlah skill untuk dapat mengkombinasikannya sehingga diperoleh hasil output yang maksimal. Dengan kata lain setiap petani perlu memiliki skill yang baik dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Keterampilan disini dapat berupa kemampuan petani dalam menggali ide-ide baru yang bersifat inovasi dan kreasi sehingga dapat memanfaatkan hambatan atau kelemahan masing-masing faktor produksi sebagai suatu peluang.

Menurut Yujiro Hayami dalam bukunya yang berjudul “Agriculture Development” diuraikan teori-teori mengenai cara bagaimana membangun pertaniian di suatu Negara (how to improving the agriculture). Dalam hal ini saya akan mengemukakan pendapat saya mengenai teori beliau yang dijelaskan pada bab 7 mengenai produktivitas tenaga kerja di Negara Amerika serikat dan Jepang. Menurut Hayami setiap Negara pasti memiliki hambatan-hambatan atas sumber daya yang dimilikinya, akan tetapi hambatan-hambatan tersebut tidak mutlak akan membatasi pembangunan pertanian jika suatu Negara mampu mengkombinasikan sumber daya itu dengan baik. Sebagai contohnya di Negara Amerika Serikat dan Jepang yang notabene merupakan Negara maju memiliki masalah pembangunan pertanian juga. Namun kedua Negara ini memandang masalah tersebut sebagai suatu tantangan dan peluang untuk mencapai hasil produksi yang optimal.

Menurut data pada tabel 7.1 buku Hayami Luas lahan pertanian yang dimiliki oleh Amerika pada tahun 1880 yaitu 327 juta ha, sedangkan di Jepang luas lahan pertanian mencapai 5.509 ha. Dari data luas lahan masing-masing Negara diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan, namun dalam faktanya kedua Negara tersebut tingkat produksi pertaniannya mampu menghasilkan kelebihan produksi untuk ekspor ke beberapa Negara di dunia. Teknik yang diterapkan di Negara Amerika Serikat yaitu peningkatan produktivitas tenaga kerja sebagai pihak yang berperan dalam melakukan kegiatan usahatani. Sementar itu, di Jepang diterapkan peningkatan produksi lahan dengan cara pemakaian pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Di Negara-negara yang sudah maju, kemajuan pertanian diukur dengan tingginya produktivitas tenaga kerja, dan semua usaha diarahkan untuk meningkatkan produktivitas itu. hal ini dikarenakan pada Negara maju tenaga kerja merupakan faktor produksi yang terbatas jumlahnya, sebaliknya di Negara-negara berkembang khususnya Indonesia tenaga kerja merupakan faktor produksi yang banyak jumlahnya bahkan menjadi tidak bermanfaat (useless). Dengan demikian pada Negara maju untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja digunakan mesin-mesin “penghemat tenaga kerja” (labor saving) untuk mencapai produktivitas pertanian yang maksimal. Prinsip ekonomi pertanian yang diterapkan di Amerika Serikat yaitu meningkatkan efisiensi dalam penggunaan tenaga kerja per orang bukan peningkatan efisiensi dalam penggunaan tanah per hektar. Meskipun demikian untuk dapat diterapkan di amerika perlu beberapa syarat yang telah terpenuhi dalam menjamin efisiensi penggunaan tenaga kerja yang maksimum, yaitu tersediuanya tanah yang cukup, alat-alat pertanian, mesin-mesin, dan tenaga kerja (power) yang cukup. Di samping itu, peran ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen juga tidak kalah pentingnya sebagai suatu kekuatan untuk membangun pertanian.
( Mubyarto, 1994)

Tingkat produktivitas tenaga kerja di amerika Serikat dan Jepang seperti yang ditampilkan pada table 7.2 di dalam buku Hayami, tahun 1980 terlihat bahwa di Amerika Tingkat produktivitas tenaga kerjanya mencapai 70 % sementara Jepang hanya 40%. Hal ini memberikan gambaran yang jelas bagaimana setiap Negara memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai produktivitas yang optimal. Di Amerika karena luas lahan pertaniannya lebih tinggi, maka tingkat produktivitas tenaga kerja yang ditingkatkan. Sedangkan di Jepang karena luas lahan pertaniannya lebih sempit, maka diusahakan peningkatan produktivitas lahannya daripada tenaga kerjanya. Namun demikian, dengan perbedaan teknik ini tidak membuat masing-masing Negara terhambat pembangunan pertaniannya, sebaliknya dengan ketersediaan input yang berbeda kedua Negara tersebut bisa memperoleh hasil produksi pertanian yang hebat karena sebagian hasil tersebut mamapu diekspor ke berbagai Negara di dunia.

Di samping tingkat produktivitas tenaga kerja, baik Negara Amerika maupun Jepang juga menerapkan adopsi teknologi berupa pemakaian mesin-mesin pertanian dan teknologi biologi (atau penggunaan benih unggul) sebagai penentu keberhasilan pembangunan pertanian. Di amerika lahan dibedakan menjadi dua yaitu lahan yang baiuk/cocok untuk ditanami (arable land) dan lahan yang digunakan untuk penggembalaan hewan ternak (grazing land). Pada periode 1900-1930 terjadi konversi lahan dari grazing land menuju arable land sebagai akibat pertumbuhan populasi di Amerika. Sementara di Jepang pada periode 1880-1910 terjadi peningkatan jam kerja per tenaga kerja. Rasio tanah-tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah jam kerja hewan ternak yang digunakan serta penggunaan tenaga traktor per tenaga kerja. Di Jepang rasio tanah-tanaga kerja menggunakan indicator tenaga kerja pria dan jam kerja yang digunakan.

Apabila dibandingkan dengan Negara Indonesia, dimana jumlah tenaga kerja yang tersedia jumlahnya cukup tinggi, masalah produktivitas tenaga kerja menjadisuatu masalah yang begitu serius. Bagaimana tidak, dengan ketersediaan sumser daya yang melimpah Indonesia justru tidak mampu membangun pertanian secara terintegrasi. Padahal telah jelas terlihat bahwa untuk membangun pertanian yang berhasil diperlukan hubungan yang terintegrasi mulai dari input, on farm, industri hulu dan industi hilir. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha membangun pertanian ialah tenaga kerja yang memiliki kompetensi dalam usahatani. Artinya pendidikan serta pengalaman tenaga kerja memiliki pengaruh terhadap tingkat produktivitas pertanian itu sendiri. Jika tenaga kerjanya sudah memiliki skill yang cukup, maka ia akan berusaha semaksimal mungkin menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam kegiatan usahatani yang dilakukan, sehingga tercapai efisiensi dan produktivitas pertanian pun akan meningkat.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES)

0 comments:

Posting Komentar

 
Designed by: NewWpThemes | Converted to Blogger by Professional Blogger Templates | Contact | About